Senin, 05 Maret 2012

Latihan Marinir

LEVEL 1
  1. Jadwal Lari
    • Minggu 1 & 2 berlari 3 kilometer per hari pada hari Senin, Rabu, Jumat
    • Minggu 3 tidak berlari
    • Minggu 4 berlari 5 kilometer per hari pada hari Senin, Rabu, Jumat
    • Minggu 5 & 6 berlari 3 kilometer pada hari Senin, 5 kilometer pada hari Selasa, 6 kilometer pada hari Kamis
    • Minggu 7, 8 & 9 berlari 6 kilometer pada hari Senin dan Selasa, 8 kilometer pada hari Kamis, 5 kilometer pada hari Jumat 
  2. Jadwal Latihan Fisik (Senin, Rabu, Jumat)
    •  Minggu 1 
      • Push Up 4 set x 15 repetisi
      • Sit Up 4 set x 20 repetisi
      • Pull Up 3 set x 3 repetisi
    • Minggu 2
      • Push Up 5 set x 20 repetisi
      • Sit Up 5 set x 20 repetisi
      • Pull Up 3 set x 3 repetisi
    • Minggu 3 & 4
      • Push Up 5 set x 25 repetisi
      • Sit Up 5 set x 25 repetisi
      • Pull Up 3 set x 4 repetisi
    • Minggu 5 & 6
      • Push Up 6 set x 25 repetisi
      • Sit Up 6 set x 25 repetisi
      • Pull Up 2 set x 8 repetisi
    • Minggu 7 & 8
      • Push Up 6 set x 30 repetisi
      • Sit Up 6 set x 30 repetisi
      • Pull Up 2 set x 10 repetisi
    • Minggu 9
      • Push Up 6 set x 30 repetisi
      • Sit Up 6 set x 30 repetisi
      • Pull Up 3 set x 10 repetisi
  3.  Jadwal Berenang (4 sampai 5 hari seminggu)
    • Minggu 1 & 2 selama 15 menit
    • Minggu 3 & 4 selama 20 menit
    • Minggu 5 & 6 selama 25 menit
    • Minggu 7 & 8 selama 30 menit
    • Minggu 9 selama 35 menit

Kamis, 01 Maret 2012

Chen Ling (Vic Zhou) and Yamaha FZS 1000


Imprinting On Someone

Imprinting on someone is like...
Like when you see her...
Everything changes...
All of a sudden, its not gravity holding you to the planet...
It's her...
Nothing else matters...
You would do anything... be anything for her...
(Mencantumkan diri pada seseorang adalah seperti ketika kau melihatnya... Segalanya berubah... Tiba-tiba seakan tak ada gravitasi yang mampu menahanmu dari planet ini... Hanya dia... Tak ada yang lain... Kau akan melakukan apapun... dan mau menjadi apapun untuknya...)

Dikutip dari "The Twilight Saga: Eclipse"


Jacob to Renesmee



It's like gravity...
Your whole center shifts...
Suddenly, it's not the Earth holding you here...
You would do anything, be anything she needs...
A friend, a brother, a protector...
(Seperti gravitasi... Seluruh pusatmu bergeser... Tiba-tiba seakan Bumi tak lagi menahanmu di sini... Kau akan melakukan apapun dan menjadi apapun yang ia butuhkan... Sahabat... Saudara... Seorang pelindung...)

Dikutip dari "The Twilight Saga: Breaking Dawn (Part 1)"



Rabu, 22 Februari 2012

Sahabatku

               Orang-orang berpakaian hitam itu terus berdatangan mengucapkan bela sungkawa. Sejak kecil aku telah bersahabat baik dengan Ron, selain itu ia juga sahabatku satu-satunya. Kematiannya membuatku seperti kehilangan separuh nyawaku. Memang akhir-akhir ini aku sibuk dan jarang sekali bertemu dengannya. Namun, kini ia telah tiada. Jika kuingat bagaimana ia meninggal, aku merasakan kengerian yang sangat mendalam. Tak terbayangkan, pisau dapur berukuran besar itu menembus punggungnya sedalam sepuluh sentimeter. Aku tak menyangka apa yang terjadi padanya. Hasil forensik menyatakan bahwa peristiwa ini bukanlah sebuah pembunuhan melainkan hanyalah kecelakaan yang tak disengaja. Aku tidak cukup yakin akan hal ini.
                Polisi forensik yang menyelidiki kasus ini mengungkapkan bahwa Ron bisa tertusuk pisau karena ia terpeleset oleh lantai yang basah, dan di lantai tempat jatuhnya Ron terdapat pisau yang tergeletak. Aku tetap tidak yakin dengan penjelasan polisi tadi. Karena menurutku, bagaimana mungkin pisau yang tergeletak di lantai bisa menusuk Ron kecuali ada seseorang yang menikamnya dari belakang. Akan tetapi, seandainya saja pisau itu tergeletak dengan ujung mata pisau menghadap ke atas, itu mungkin saja bisa membuat Ron tertusuk. Namun, untuk membuat pisau itu berdiri menghadap ke atas diperlukan suatu benda sebagai sandarannya. Dan di TKP tadi tidak ditemukan satupun benda yang dapat dijadikan sandaran pisaunya. Jadi, aku semakin percaya ini adalah kasus pembunuhan. Jika ini memang kasus pembunuhan, tentulah di TKP terdapat tanda-tanda pembunuhan.
                Saat semua orang berada di luar rumah Ron, aku mencoba masuk ke rumah Ron dan menuju TKP, yaitu kamar Ron itu sendiri. Aku berniat mencari bukti-bukti adanya pembunuhan. Aku telah memasuki kamar Ron, di lantainya terdapat genangan air yang cukup dapat membuat Ron terpeleset. Tapi kurasa ada yang aneh dengan genangan air ini. Genangan air ini jaraknya jauh dari tempat jatuhnya korban. Lagipula, tempat jatuh korban tersebut tidak basah sedikitpun. Tempat jatuhnya korban berada di dekat jendela. Mungkin saja pembunuhnya masuk melalui jendela. Akan tetapi, di sekitar jendela sini tak ada tanda-tanda bekas pembunuh itu masuk. Lalu aku menengok ke luar jendela dan aku melihat jejak di luar rumah, tepatnya di tanah dekat jendela. Kuperjelas penglihatanku dan rupanya jejak itu adalah bekas injakan sepatu seseorang. Pola telapak sepatunya bergaris-garis di tengahnya dan ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan sepatu punyaku. Kupikir ini jejak sepatu wanita. Dengan analisis tadi aku dapat menggambarkan bagaimana kejadian pembunuhan Ron berlangsung.
                Awalnya Ron sedang berdiri di dekat jendela dan ia sedang tidak menghadap ke arah jendela. Lalu dari luar jendela tanpa masuk melalui jendela ke kamar Ron pembunuh itu langsung menikam punggung Ron hingga hampir tewas. Begitu Ron meraung kesakitan, pembunuh itu kabur dan pisaunya tetap tertancap di punggung Ron. Masalahnya sekarang adalah siapa pelaku dari semua ini. Pada pisau yang dipakai untuk menikam tidak ditemukan sidik jari si pelaku. Bisa jadi si pelaku memang sengaja memakai sarung tangan. Dan kemungkinan besar pelakunya adalah orang luar.
                Tiga hari telah berlalu dan aku pikir siapa orang yang tega membunuh Ron. Sepengetahuanku, Ron anaknya sangat pendiam dan tertutup kecuali kepadaku. Makanya dia tidak punya musuh ataupun orang yang benci dengannya. Aku makin bingung dengan perkara ini.
                Pagi ini aku bermaksud pergi ke rumah Jessica. Ini adalah pertama kali aku mengunjunginya. Tepat dua bulan lalu aku berkenalan dengannya dan kini kami berdua telah berpacaran selama seminggu. Dari awal kenalan aku memang sudah menyukainya. Selain cantik, ia juga cerdas. Ia bilang rumahnya ber-cat kuning dan banyak tanaman bunganya. Saat ini aku sedang berdiri di depan rumah itu. Tak lama kemudian Jessica keluar dari rumahnya dan menghampiriku. Ia sudah tahu aku akan ke rumahnya. Jessica pun menyuruhku masuk.
                “Mau minum apa?,” tanya Jessica menawarkan minuman kepadaku.
                “Apa sajalah. Ngomong-ngomong rumahmu kok sepi sih?. Kemana yang lain? Aku kan juga ingin kenalan sama ortumu,” kataku sambil berjalan masuk ke dapur tempat Jessica berada sekarang.
                “Kalau ayahku, ia sedang bekerja di kantornya. Kalau ibuku, kebetulan ia sedang pergi keluar, ke rumah tanteku,” jelas Jessica sembari mengaduk minuman untukku.
                Aku iseng-iseng menjelajahi rumahnya. Aku masuk ke kamarnya, banyak barang-barang yang berserakan tidak tertata. Tiba-tiba saat aku mau keluar ruangan, aku tersandung sesuatu. Ternyata, yang membuatku tersandung adalah sepatu yang tergeletak di lantai. Aku lalu memungutnya dan ingin kurapikan. Waktu kuambil sepatu itu dari lantai secara tak sengaja aku melihat pola telapak sepatunya. Pola telapak sepatu itu bergaris-garis di tengahnya mirip bahkan sama dengan pola telapak sepatu yang kutemukan di TKP. Aku jadi terpikir apa benar pelaku pembunuhan Ron ialah Jessica. Padahal Jessica baru pertama kali kukenalkan dengan Ron.
                “Zach..., Zach..., ini minumannya!,” kata Jessica memanggilku.
                Setelah itu aku kembali ke ruang tamu menghampiri Jessica.
                “Maaf, tadi aku sedang melihat-lihat,” jawabku.
                Beberapa menit kemudian terdengar suara mesin mobil. Mobil itu berhenti di depan rumah. Seorang laki-laki gagah dan berkumis itu keluar dari dalam mobil. Langkah demi langkah, ia pun sampai di depan pintu masuk.
                “Pekenalkan ini ayahku!” ucap Jessica.
                Aku terpana melihat laki-laki itu. Polisi forensik yang menyelidiki kasus Ron itu tidak lain adalah ayah Jessica. Dan dengan segera aku berdiri menyalaminya.
                Pukul 13.30, jam dinding di rumah Jessica menunjukan. Tak terasa aku dan Jessica bercakap-cakap selama kurang lebih empat jam. Aku berpamitan kepada ayahnya dan sewaktu aku berpamitan aku memberitahunya bahwa Ron mati karena terbunuh. Dia seakan mengelak dan mengalihkan pembicaraan seolah menghindar dari sesuatu. Aku curiga dengan ayah Jessica.
                Malam hari sekitar pukul 07.30, aku menelpon Jessica dan mengajaknya untuk bermalam mingguan. Aku ingin mengungkapkan dan memberinya sesuatu kepadanya. Sesuatu yang ingin kuberikan kepadanya adalah sesuatu yang sama diberikan olehnya kepada Ron. Ia memang harus mendapatkannya karena itu adalah balasan untuknya.
                Aku menjemput Jessica dan membawanya ke suatu tempat. Ia membonceng di motorku dan memegangiku dengan erat. Ia pasti mengira kalau aku mau mengajaknya untuk makan malam di suatu tempat. Sebenarnya tujuanku sekarang adalah memberinya balasan yang setimpal atas apa yang telah ia perbuat kepada Ron. Kemudian aku memberhentikan motorku di suatu tempat di belakang bangunan tua yang tidak berpenghuni.
                “Kenapa berhenti, Zach?,” tanya Jessica dengan nada kebingungan.
                “Turunlah! Ada sesuatu yang ingin kukatakan kepadamu,” aku menyuruhnya.
                Ia pun mengikuti perintahku. Aku lalu mematikan mesin motorku dan turun dari motor. Dengan perlahan aku melangkah mendekati Jessica. Tatapan mataku membuat dia ketakutan.
                “Apa yang ingin kau lakukan? Jangan mendekat kemari!,” seru Jessica ketakutan.
                “Hmm..., aku hanya ingin memberimu sesuatu, sesuatu yang pantas untukmu.” Kataku.
                Jessica ketakutan dengan perkataanku. Secara seketika aku mendorongnya hingga ia jatuh terlentang. Kuhampiri dia dan kucekik lehernya dengan tangan kiriku. Sementara ia masih terbaring meronta-ronta karena cekikanku, aku meraih pisau yang tadi telah aku siapkan dari saku celanaku.
                “Aku tahu semua kebohongan itu. Jejak sepatu itulah yang membantuku. Selain itu, sesungguhnya ayahmu itu, alias polisi forensik, pastilah mengetahui kalau itu adalah semata-mata kasus pembunuhan. Namun demi melindungi anaknya ia membohongi semua orang. Akan tetapi, yang membuatku sakit hati adalah kau mendekatiku dengan suatu tujuan, yaitu kau ingin mendekati Ron lagi. Aku sudah tahu tentang kisahmu dan Ron, dulu kalian berdua memang telah bersama. Tapi Ron ingin melanjutkan studinya ke luar negeri dan kau diputus olehnya. Dan ketika ia kembali, kau masih mengejarnya. Tetapi ia menolaknya sebab ia telah mempunyai kekasih lain di luar negeri sana. Lalu kau hancur, semakin sakit hati, dan ingin mengakhiri hidup Ron. Dan sekarang, dengan semua ini yang telah kau lakukan, apa kau merasa puas?!”
                Pisau kuayunkan dengan cepat menuju dadanya tepat pada jantungnya. Sesaat sebelum pisau itu menancap di tubuhnya, ada seseorang yang menghantamku dari belakang.
                Bukkk!!!!!
                Pukulan yang begitu keras menhantam tubuhku. Aku jatuh terkapar. Rupanya yang memukulku itu adalah ayah Jessica.
                “Memang, kebohongan tak dapat kita tutupi,” ayah Jessica berkata.
                Akhirnya ayah Jessica menyerahkan Jessica ke kepolisian dan kini Jessica mendekam di sel. Dan juga, ayahnya diskors dari pekerjaanya selama beberapa bulan karena kebohongan yang talah dilakukannya. Aku sungguh kecewa dengan semua ini, ternyata kekasih yang baru kumiliki tidak lain adalah orang yang membunuh sahabatku.